loader-logo

Cultivation of Ethical Tolerance as a Moderate Islamic Education Paradigm at Islamic Boarding Schools in Indonesia

Resensi:
Cultivation of Ethical Tolerance as a Moderate Islamic Education Paradigm at Islamic Boarding Schools in Indonesia

Artikel “Cultivation of Ethical Tolerance” membawa pembaca pada suatu pemahaman mendalam mengenai bagaimana pendidikan Islam di Indonesia—khususnya melalui pesantren—berperan signifikan dalam membentuk sikap toleransi, moderasi, dan empati terhadap keberagaman. Di tengah stigma negatif yang sering dikaitkan dengan radikalisme, penelitian ini hadir untuk menunjukkan wajah Islam yang sejuk dan inklusif melalui praktik pendidikan yang toleran.

Penelitian ini penting dalam konteks global saat ini, di mana banyak kalangan berfokus pada konflik dan intoleransi. Pesantren Indonesia, seperti Al-Amin (Madura), Lirboyo (Kediri), Sumatera Thawalib (Bukittinggi), dan An-Nuqayah (Sumenep), menjadi contoh nyata bagaimana pendidikan mampu menyemai nilai-nilai pluralisme dan perdamaian.

Artikel ini bertujuan mempelajari praktik penanaman toleransi di empat pesantren model di Indonesia. Para peneliti menggunakan metode campuran, yakni kualitatif dan kuantitatif, melalui wawancara, observasi, dan penyebaran kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan strategi penanaman toleransi dilakukan melalui:

  1. Keteladanan moral dari Kyai dan Ustadz.
  2. Metode pembelajaran inklusif dan materi ajar yang menanamkan toleransi dan pluralisme.
  3. Aktivitas kolaboratif dengan pihak luar, termasuk non-Muslim, untuk membangun pemahaman antaragama.

Pembahasan

Penelitian ini memperlihatkan bagaimana pesantren bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang melampaui stigma radikalisme.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pesantren-pesantren ini menciptakan budaya berpikir moderat melalui beberapa langkah:

  1. Menyediakan lingkungan belajar yang dinamis dan plural.
  2. Melakukan seleksi ketat terhadap pengajar untuk memastikan ajaran yang disampaikan bebas dari paham ekstremisme.
  3. Mengadakan dialog antaragama dan kajian akademis yang melibatkan narasumber lintas agama dan budaya.

Pendekatan ini berhasil membentuk mindset inklusif di kalangan santri. Hal ini terbukti dari hasil survei di mana 93% santri menyatakan bahwa mereka tidak pernah diajarkan kebencian terhadap non-Muslim. Ini adalah bukti konkret dari peran pesantren dalam membentuk pola pikir yang harmonis dan berkeadilan.

Artikel ini menekankan bahwa nilai ukhuwah (persaudaraan) menjadi dasar dalam pendidikan pesantren. Ukhuwah ini mencakup:

  1. Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antarumat Islam).
  2. Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan antarsesama manusia).
  3. Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan dalam konteks kebangsaan).

Nilai-nilai ini diajarkan dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi santri, guru, dan masyarakat. Keteladanan dari para Kyai yang menjunjung prinsip “lakum dīnukum wa liyadīn” menjadi fondasi kuat dalam mengajarkan toleransi antaragama.

Penelitian ini juga menggambarkan bagaimana pesantren membentuk sikap bijak dan tidak mudah terprovokasiterhadap isu-isu sensitif, seperti kristenisasi. Alih-alih merespons isu dengan kebencian, pesantren fokus pada penguatan pemahaman internal umat Islam. Pendekatan ini mencerminkan ajaran Al-Qur’an yang menekankan perdamaian dan kebebasan beragama.

Salah satu poin penting dalam artikel ini adalah bagaimana materi ajar di pesantren berperan dalam membentuk sikap toleran:

  1. Kajian Sufisme membantu santri membangun kepribadian yang lembut dan inklusif.
  2. Fiqih dan Ushul Fiqih menekankan realitas keberagaman dalam hukum Islam.
  3. Materi kebangsaan di pesantren seperti Al-Amin menanamkan nilai nasionalisme dan cinta tanah air yang kuat.

Hasil survei menunjukkan bahwa 37% santri menyatakan terdapat banyak materi yang mengajarkan kebaikan terhadap non-Muslim. Ini menunjukkan bahwa pendidikan di pesantren berhasil mendukung keberagaman yang harmonis.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa pesantren tidak hanya menjadi ruang belajar, tetapi juga pusat kolaborasi lintas agama. Contohnya:

  1. Pesantren An-Nuqayah bekerja sama dalam studi agribisnis dengan lembaga non-Muslim.
  2. Pesantren Lirboyo sering mengundang ilmuwan dari Amerika dan Belanda untuk berbicara di seminar.
  3. Pesantren Al-Amin melakukan kunjungan ke kelompok pendeta dalam rangka studi komparatif.

Kolaborasi ini membentuk kesadaran bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk membangun kerjasama produktif.

Artikel ini menegaskan bahwa santri diajarkan untuk percaya bahwa Islam adalah agama yang benar, tetapi Islam juga mengajarkan toleransi. Data survei menunjukkan 64% santri berpandangan bahwa meskipun Islam adalah kebenaran, tidak boleh ada pemaksaan kepada orang lain. Sikap ini mencerminkan pemahaman mendalam terhadap prinsip-prinsip Islam yang universal.

Kesimpulan: Pesantren sebagai Model Toleransi dan Moderasi

Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa pesantren memainkan peran penting dalam:

  1. Menanamkan nilai toleransi dan pluralisme melalui keteladanan dan materi ajar.
  2. Membangun generasi yang inklusif, moderat, dan siap menghadapi perbedaan.
  3. Melawan stigma radikalisme dengan menyebarkan nilai-nilai Islam yang damai dan humanis.

Pesantren di Indonesia bukan hanya lembaga pendidikan agama, tetapi juga benteng moderasi yang mampu menjadi model bagi dunia. Sebagai pusat penyemaian nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman, pesantren membuktikan bahwa pendidikan adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih harmonis.

Rekomendasi

Penulis merekomendasikan agar penelitian serupa diperluas untuk membuktikan bahwa pesantren di Indonesia dapat menjadi barometer toleransi global. Keunikan pendidikan berbasis moral, keteladanan, dan inklusivitas ini layak dipromosikan di tingkat internasional.

Penutup: Mengapa Anda Harus Membaca Artikel Ini?

Artikel ini adalah bacaan wajib bagi siapa saja yang peduli dengan isu toleransi dan keberagaman. Dengan gaya penyajian ilmiah yang kuat dan berbasis data nyata, penelitian ini memberikan inspirasi tentang bagaimana pendidikan dapat menjadi solusi bagi tantangan sosial modern. Pesantren di Indonesia telah membuktikan bahwa nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin dapat diwujudkan melalui pendidikan yang inklusif dan moderat.

Informasi Lebih Lanjut tentang Artikel:
Untuk membaca secara lebih lengkap artikel ini, dapat mengunjungi link berikut: Cultivation of Ethical Tolerance as a Moderate Islamic Education Paradigm at Islamic Boarding Schools in Indonesia

Saran Teknis Pengutipan:
Badarussyamsi, Ermawati, dan Abdul Latif. (2021). Cultivation of Ethical Tolerance as a Moderate Islamic Education Paradigm at Islamic Boarding Schools in Indonesia. Proceedings of the 5th Asian Education Symposium 2020 (AES 2020), 5-10. https://www.atlantis-press.com/proceedings/aes-20/125958599

You cannot copy content of this page